Stasiun Yogyakarta dikenal sebagai salah satu tempat
pemberhentian kereta tertua di Indonesia yang ter- letak ditengah kota
Yogyakarta, dekat dengan objek wisata serta pusat belanja kawasan Malioboro.
Stasiun yang mulai di operasikan sejak tanggal 2 Mei 1887 ini merupakan stasiun
kereta api kedua di kota Yogyakarta set el ah Stasiun Lempuyangan yang telah
dioperasikan 15 tahun lebih awal. Jalur kereta api di kota Yogyakarta pada
awalnya dibangun untuk kebutuhan pengangkutan hasil bumi dari daerah Jawa
Tengah dan sekitarnya yang menghubungkan kota-kota Yogyakarta — Solo —
Semarang. Baru tahun 1905, Stasiun Yogyakarta mulai melayani kereta penumpang.
Stasiun Yogyakarta saat ini sudah menjadi stasiun besar dengan enam jalur
kereta yang melayani kereta kelas bisnis dan eksekutif untuk berbagai kota
tujuan di Pulau Jawa. Namun jalur ke kota Semarang via Magelang justru sudah
tidak beroperasi.
Salah satu keunikan stasiun ini adalah letak bangunan
stasiun diapit oleh peron dan jalur kereta api. Komposisi itu disebut stasiun
dua sisi, yaitu komposisi yang biasanya digunakan pada stasiun antara yang
cukup besar. Fasad atau bagian depan bangunan yang sekaligus pintu masuk utama
stasiun menghadap ke arah Timur atau ke arah Jalan Mangkubumi yang merupakan
poros kota Yogyakarta. Selain sebagai sebagai stasiun penumpang, Stasiun
Yogyakarta hingga saat ini juga masih berfungsi sebagai tempat perawatan
kereta. Fasilitas tersebut terletak di bagian barat stasiun dan sedikit
terpisah dari bangunan utama dan peron penumpang.
Peron Stasiun Yogyakarta |
Dari bagian depan bangunan itu dapat dikenali ciri
arsitektur langgam Indische Empire yang banyak dianut pada akhir abad ke 19 dan
menjadi gaya arsitektur kolonial modern pada awal abad ke 20 di Hindia Belanda.
Salah satu cirinya adalah susunan denah dan tampak bangunan yang simetris
terkesan rapi dan sederhana, tidak terdapat bentuk-bentuk yang berlebih-lebihan
yang juga merupakan pengaruh dari Neo Renaissance. Tetapi pengaruh awal
arsitektur modern juga terlihat kuat dengan ornamentasi bergaya Art Deco,
berupa komposisi garis — garis vertikal dan horizontal serta lubang-lubang
dinding roster yang berguna untuk cross ventilation sebagai pemberi karakter
bangunan. Pada kedua sisi terdapat bangunan terbuka dengan struktur baja
beratap lebar yang memayungi area peron dan emplasemen.
Bangunan terbuka dengan struktur baja yang menaungi
emplasemen menunjukkan adanya penyesuaian terhadap iklim tropis setempat.
Penambahan overstek dengan atap berbentuk busur untuk melayani pertumbuhan
penumpang yang semakin tinggi.
Struktur baja penopang atap besar yang menaungi peron
dan bangunan utama memperlihatkan perpaduan kekokohan sekaligus keindahan dari
rangkaian konstruksi teknis. Bagian dalam bangunan stasiun mempunyai fasilitas
loket, peron, ruang tunggu dan kantor pengelola. Plafon dan kolom/tiang serta
balok bangunan diberi warna putih. Tiang diberi kombinasi bahan keramik warna
krem pada bagian bawah untuk menghindari kotor. Bukaan/jendela mati pada bagian
atas dibuat untuk memecahkan persoalan pencahayaan ruang dalam. Kombinasi kolom
— kolom beton pada bangunan utama dan tiang-tiang baja pada bangunan peron
memperlihatkan ketepatan pemilihan material yang sesuai fungsinya.
Peron dan ruang tunggu terletak dibagian kedua sisi
utara dan selatan bangunan utama, dengan fasilitas tempat duduk yang
diperbanyak sesuai lebar koridor yang ada. Dari gambar ini terlihat bahwa
struktur baja dengan penutup atap lembaran baja gelombang merupakan struktur
besar yang menaungi bangunan utama dan peron.
Sumber Informasi: Humas PT. KAI Daop 6 Yogyakarta
0 comments:
Post a Comment