Hallowww Asslamu'alaikum.. selamat hari kamis!!! ini tugas kedua dr mata kuliah 'filmologi', bikin artikel seorang tokoh film yang orang banyak ga tau. Alhasil seperti inilah... ini hasil tanya-tanya dari mas Agni Tirta, S.Ikom. dan searching di google. yuuu mari, semoga bermanfaat yeees!!!
Edwin
Namanya cukup
sangat singat, Edwin (saja). Akan tetapi karyanya tidak sesingkat namanya, ia
telah menorehkan sejarah di beberapa festival internasional. Mungkin belum
banyak orang yang yang tahu tentang dirinya. Ia adalah seorang sutradara,
penulis, dan produser film muda Indonesia.
Laki-laki kelahiran Surabaya, 24 April 1978 ini menempuh
pendidikan di Institut Kesenian Jakarta, dengan mengambil jurusan film. Saat
itu dirinya dikelilingi oleh orang-orang yang datang dengan kecintaan terhadap
film yang luar biasa besar. Mulai dari dosen-dosennya, seperti Chalid Arifin,
Slamet Rahardjo, Seno Gumira Ajidarma, Garin Nugroho, Gotot Prakosa hingga
kawan-kawannya sendiri, seperti Nan Achnas dan Riri Riza.
Sampai saat ini, sudah ada lima karya film pendek (‘Hulahoop
Soundings’, ‘A Very Boring Conversation’, ‘Dajang
Soembi, Perempoean Jang Dikawini Andjing’, ‘Kara, Anak Sebatang Pohon’, ‘A Very Slow
Breakfast’), tiga film panjang (‘Babi Buta yang
Ingin Terbang’, ‘Kebun Binatang’, ‘Belkibolang -
"Rollercoaster"’) dan satu
dokumenter. Enam naskah diantaranya ia tulis sendiri. Bahakan tiga judul fim ia
produseri sendiri. Ia juga sempat menjadi Asisten Sutratara Riri Riza didalam
pembuatan film Gie (2005). Tema yang sering kali ia angkat didalam
fiml-filmnya adalah tentang manusia. Alasannya sebab ia manusia, katanya.
Sinema adalah medium yang tepat untuk mempelajari manusia, mempelajari diri
sendiri. Menggali, menemukan arti diri sendiri, untuk kemudian mencatat,
mengarsipkan, menjadikannya sebagai kebudayaan. “Manusia” seolah menjadi satu
tema yang tidak akan pernah habis hingga akhir zaman. Namun, Edwin tidak
tertarik untuk memasukkan karya-karya visualnya ke dalam sebuah kategori atau
genre. “Saya tidak tertarik pada pelabelan, penggolongan, dan semacamnya. Terserah
enaknya orang melihat film-film saya” Itu yang seharusnya kita contoh dari
beliau ini. Sangat independent. Karya-karya
Edwin memang rata-rata tidak harfiah, lebih kuat di semiotika. Aneh
kadang-kadang, bahkan terlalu aneh untuk dimengerti. Untuk memahami apa yang
ingin disampaikan dalam film tersebut kita harus menontonnya secara berulang-ulang.
Tapi yang jelas ia tidak main stream.
Meskipun film karya Edwin tidak bisa kita nikmati di Cinema
XXI, box office tetapi ia memiliki eksistensi tersendiri. Karena film-film
karyanya menjelajah dari satu festival ke festival
lain hingga ke festival film internasional paling bergengsi sekalipun, seperti
Festival Film Cannes.
Film Edwin yang berjudul ‘Babi Buta yang Ingin Terbang’
(Blind Pig Who Wants To Fly) berhasil tembus ke dalam empat puluh lima festival
film Internasional. Film yang mengangkat cerita tentang masalah rasial dan
ketegangan sosial yang terjadi di kehidupan perkotaan berhasil meraih prize
winners from festivals worldwide dalam
Federation International de la Presse Cinematographic (FIPRESCI) 2009. Pemenang
di Singapore International Film Festival, Singapore dengan Kategori Best Asian Feature Film dengan Penghargaan
Khusus Juri (Special Mention). Lalu, memenangkan Festival des 3 Continents, Nantes,
France dengan Kategori Best Feature Film dengan penghargaan Silver Montgolfiere dan Young Audience
Award. Film ‘Babi Buta yang Ingin Terbang’ juga
meraih kesuksesan di Jakarta International Film Festival, Indonesia Kategori Indonesian Feature Film Competition dengan Penghargaan Best Director
Lalu film yang berjudul ‘Kebun Binatang’ (Postcards from The
Zoo) diputar pertama kali di Berlin International Film Festival (Berlinale)
yang ke-62 pada Februari 2012. Film ini bersaing dengan 4 film lain untuk
memperebutkan beberapa trofi, termasuk di antaranya trofi Golden Bear untuk
kategori film terbaik. Film yang bercerita mengenai seorang gadis yang
dibesarkan oleh pawang jerapah ini sebenarnya bukanlah film pertama Edwin yang
diakui di dunia internasional. Postcards from the Zoo juga mengikuti kompetisi The
12th Osian's Cinefan Film Festival 2012, di New Delhi, India bersama dua film
lainnya; Captive dan Childish Games (Spanyol). Hingga, Postcards from the Zoo berhasil masuk Kompetisi Utama
International Competition Berlinale 2012, bersama film-film lain dari seluruh
dunia, seperti Ex Prress (Filipina,
2011), Headshot (Thailand, 2011), Highway (Nepal, USA 2011), Inside (Turki, 2012), Milocrorze:
A Love Story (Jepang,
2011), The Repentant (Prancis, 2012), dan lain-lain.
‘Kara,
Anak Sebatang Pohon’ berhasil
masuk Festival Film Cannes (2005) di Perancis bagian
selatan dan memenangkan penghargaan di Piala Citra kategori film pendek terbaik
(2005). Film pendeknya yang lain, ‘Dajang Soembi, Perempoean Yang Dikawini Andjing’ (Dajang Soembi, The Woman Who Was
Married to a Dog) diputar
di berbagai ajang festival internasional, dan menjadi salah satu film yang
lolos seleksi pada Festival Film Indonesia 2004 untuk kategori film
pendek terbaik. ‘Dajang
Soembi, Perempoean Jang Dikawini Andjing’ juga memenangkan 2nd
Prize (juara kedua) pada Jiffest Short Film Competition (Kompetisi
Film Pendek Festival Film Internasional Jakarta)
2004.
Tidak hanya cukup sampai disana. Dalam enam tahun sejarah
Asia Festival, Edwin adalah sineas ketiga yang menerima ‘Edward Yang New Talent’. Dua sineas
sebelumnya adalah Ishii Yuya dari Jepang dan Wei Teng-Sheng dari Taiwan pada
tahun 2010. Penghargaan
ini merupakan bentuk penghormatan untuk Edward Yang, seorang sutradara
legendaris Taiwan, yang sudah tutup usia. The
Edward Yang New Talent Award bertujuan mengangkat insan muda perfilman
Asia ke ke tingkat regional dan internasional.
Dan
masih banyk lagi film-film lain karya Edwin yang berhasil masuk ke kancah
Festival Internasional.
Sumber referensi:
http://filmindonesia.or.id/movie/title/sf-k021-05-081459_kara-anak-sebatang-pohon/award#.U5FW0vl_s_U
Mantap sis, thanks
ReplyDelete