Thursday, July 3, 2014

Tokoh Film: "Edwin, filmnya menjeljah dari satu festival ke festival yang lain"


Hallowww Asslamu'alaikum.. selamat hari kamis!!! ini tugas kedua dr mata kuliah 'filmologi', bikin artikel seorang tokoh film yang orang banyak ga tau. Alhasil seperti inilah... ini hasil tanya-tanya dari mas Agni Tirta, S.Ikom. dan searching di google. yuuu mari, semoga bermanfaat yeees!!!

Edwin

Namanya cukup sangat singat, Edwin (saja). Akan tetapi karyanya tidak sesingkat namanya, ia telah menorehkan sejarah di beberapa festival internasional. Mungkin belum banyak orang yang yang tahu tentang dirinya. Ia adalah seorang sutradara, penulis, dan produser film muda Indonesia.
Laki-laki kelahiran Surabaya, 24 April 1978 ini menempuh pendidikan di Institut Kesenian Jakarta, dengan mengambil jurusan film. Saat itu dirinya dikelilingi oleh orang-orang yang datang dengan kecintaan terhadap film yang luar biasa besar. Mulai dari dosen-dosennya, seperti Chalid Arifin, Slamet Rahardjo, Seno Gumira Ajidarma, Garin Nugroho, Gotot Prakosa hingga kawan-kawannya sendiri, seperti Nan Achnas dan Riri Riza.
Sampai saat ini, sudah ada lima karya film pendek (‘Hulahoop Soundings’, ‘A Very Boring Conversation’, ‘Dajang Soembi, Perempoean Jang Dikawini Andjing’,  ‘Kara, Anak Sebatang Pohon’, ‘A Very Slow Breakfast’), tiga film panjang (‘Babi Buta yang Ingin Terbang’, ‘Kebun Binatang’, ‘Belkibolang - "Rollercoaster"’) dan satu dokumenter. Enam naskah diantaranya ia tulis sendiri. Bahakan tiga judul fim ia produseri sendiri. Ia juga sempat menjadi Asisten Sutratara Riri Riza didalam pembuatan film Gie (2005). Tema yang sering kali ia angkat didalam fiml-filmnya adalah tentang manusia. Alasannya sebab ia manusia, katanya. Sinema adalah medium yang tepat untuk mempelajari manusia, mempelajari diri sendiri. Menggali, menemukan arti diri sendiri, untuk kemudian mencatat, mengarsipkan, menjadikannya sebagai kebudayaan. “Manusia” seolah menjadi satu tema yang tidak akan pernah habis hingga akhir zaman. Namun, Edwin tidak tertarik untuk memasukkan karya-karya visualnya ke dalam sebuah kategori atau genre. “Saya tidak tertarik pada pelabelan, penggolongan, dan semacamnya. Terserah enaknya orang melihat film-film saya” Itu yang seharusnya kita contoh dari beliau ini. Sangat independent. Karya-karya Edwin memang rata-rata tidak harfiah, lebih kuat di semiotika. Aneh kadang-kadang, bahkan terlalu aneh untuk dimengerti. Untuk memahami apa yang ingin disampaikan dalam film tersebut kita harus menontonnya secara berulang-ulang. Tapi yang jelas ia tidak main stream.
Meskipun film karya Edwin tidak bisa kita nikmati di Cinema XXI, box office tetapi ia memiliki eksistensi tersendiri. Karena film-film karyanya menjelajah dari satu festival ke festival lain hingga ke festival film internasional paling bergengsi sekalipun, seperti Festival Film Cannes.
Film Edwin yang berjudul ‘Babi Buta yang Ingin Terbang’ (Blind Pig Who Wants To Fly) berhasil tembus ke dalam empat puluh lima festival film Internasional. Film yang mengangkat cerita tentang masalah rasial dan ketegangan sosial yang terjadi di kehidupan perkotaan berhasil meraih prize winners from festivals worldwide dalam Federation International de la Presse Cinematographic (FIPRESCI) 2009. Pemenang di Singapore International Film Festival, Singapore dengan Kategori Best Asian Feature Film dengan Penghargaan Khusus Juri (Special Mention). Lalu, memenangkan Festival des 3 Continents, Nantes, France dengan Kategori Best Feature Film dengan penghargaan Silver Montgolfiere dan Young Audience Award. Film ‘Babi Buta yang Ingin Terbang’ juga meraih kesuksesan di Jakarta International Film Festival, Indonesia Kategori Indonesian Feature Film Competition dengan Penghargaan Best Director
Lalu film yang berjudul ‘Kebun Binatang’ (Postcards from The Zoo) diputar pertama kali di Berlin International Film Festival (Berlinale) yang ke-62 pada Februari 2012. Film ini bersaing dengan 4 film lain untuk memperebutkan beberapa trofi, termasuk di antaranya trofi Golden Bear untuk kategori film terbaik. Film yang bercerita mengenai seorang gadis yang dibesarkan oleh pawang jerapah ini sebenarnya bukanlah film pertama Edwin yang diakui di dunia internasional. Postcards from the Zoo juga mengikuti kompetisi The 12th Osian's Cinefan Film Festival 2012, di New Delhi, India bersama dua film lainnya; Captive dan Childish Games (Spanyol). Hingga, Postcards from the Zoo berhasil masuk Kompetisi Utama International Competition Berlinale 2012, bersama film-film lain dari seluruh dunia, seperti Ex Prress (Filipina, 2011), Headshot (Thailand, 2011), Highway (Nepal, USA 2011), Inside (Turki, 2012), Milocrorze: A Love Story (Jepang, 2011), The Repentant (Prancis, 2012), dan lain-lain.
Kara, Anak Sebatang Pohon’ berhasil masuk Festival Film Cannes (2005)  di Perancis bagian selatan dan memenangkan penghargaan di Piala Citra kategori film pendek terbaik (2005). Film pendeknya yang lain, ‘Dajang Soembi, Perempoean Yang Dikawini Andjing’ (Dajang Soembi, The Woman Who Was Married to a Dog) diputar di berbagai ajang festival internasional, dan menjadi salah satu film yang lolos seleksi pada Festival Film Indonesia 2004 untuk kategori film pendek terbaik. ‘Dajang Soembi, Perempoean Jang Dikawini Andjing’ juga memenangkan 2nd Prize (juara kedua) pada Jiffest Short Film Competition (Kompetisi Film Pendek Festival Film Internasional Jakarta) 2004.
Tidak hanya cukup sampai disana. Dalam enam tahun sejarah Asia Festival, Edwin adalah sineas ketiga yang menerima ‘Edward Yang New Talent’. Dua sineas sebelumnya adalah Ishii Yuya dari Jepang dan Wei Teng-Sheng dari Taiwan pada tahun 2010. Penghargaan ini merupakan bentuk penghormatan untuk Edward Yang, seorang sutradara legendaris Taiwan, yang sudah tutup usia. The Edward Yang New Talent Award  bertujuan mengangkat insan muda perfilman Asia ke ke tingkat regional dan internasional.
Dan masih banyk lagi film-film lain karya Edwin yang berhasil masuk ke kancah Festival Internasional.

Sumber referensi:

1 comment: